Jumat, 27 Juni 2025

PASARAN JAWA: ILMU WAKTU, GETARAN DARAH, DAN KESADARAN KARMA

PASARAN JAWA: ILMU WAKTU, GETARAN DARAH, DAN KESADARAN KARMA


🧭 1. Pendahuluan: Waktu Bagi Leluhur Bukan Detik, Tapi Getaran


Bagi masyarakat Jawa kuno, waktu bukanlah angka yang membelah hari, melainkan getaran kesadaran yang muncul dan hilang dalam pola-pola kosmik. Kalender mereka tidak hanya mencatat kapan panen atau ritual harus dilakukan, tapi membaca sifat, nasib, hingga “bekas karma” seseorang berdasarkan waktu kelahirannya.


Sistem pasaran Jawa adalah salah satu warisan unik itu: lima hari siklikal (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi) yang bersirkulasi di antara tujuh hari biasa (Senin–Minggu), menciptakan kombinasi 35 weton—sebuah “sidik jari spiritual” bagi setiap manusia yang lahir.



---


🕯️ 2. Asal-Usul Sistem Pasaran Jawa: Antara Ilmu Langit dan Laku Batin


Sistem ini bukan ciptaan sembarang orang. Ia diyakini sebagai hasil wahyu atau intuisi tinggi dari para resi, brahmana, dan empu Jawa kuno, yang membaca gerak benda langit, gelombang bumi, dan kesadaran batin manusia.


Di masa Kerajaan Medang dan Mataram kuno, para ahli waktu disebut "pananggal", yang memadukan:


pergerakan bulan dan matahari (suryacandra),


arah angin dan fase musim,


serta getaran spiritual hari-hari tertentu.



Para pananggal ini menggabungkan sistem India kuno (panchanga) dengan kepercayaan lokal animistik-dinamistik yang melihat alam sebagai organisme hidup. Mereka menciptakan sistem pasaran berdasarkan lima aspek utama:


1. Tiban: datangnya sesuatu



2. Lakon: alur kehidupan



3. Watak: kecenderungan energi



4. Tumimbal: perulangan karma



5. Sangkan paran: asal dan tujuan hidup





---


🌌 3. Lima Pasaran dan Lima Unsur Kosmis


Pasaran Elemen Alam Watak Umum Fungsi Kosmik


Legi Air Manis, tenang Penyembuh, mengalirkan karma

Pahing Api Aktif, semangat Membakar karma lama

Pon Angin Cepat, intuitif Perantara dunia batin dan nyata

Wage Tanah Stabil, bijak Penampung trauma leluhur

Kliwon Akasa (ether) Mistis, batin Titik kontak dengan alam gaib



Setiap pasaran membawa frekuensi tertentu, dan ketika dikombinasikan dengan hari lahir (Senin–Minggu), membentuk getaran khas yang mengalir dalam darah seseorang. Inilah mengapa orang Jawa tidak sembarang menentukan hari menikah, pindah rumah, atau memulai usaha—karena mereka memperhatikan kesesuaian getaran hari dan tujuan tindakan.



---


🧬 4. Ilmiahkah? Hubungan Weton dengan Genetika dan Getaran


Secara ilmiah, muncul kajian tentang bagaimana getaran alam (elektromagnetik) memengaruhi proses kelahiran dan kondisi tubuh:


Studi epigenetik menunjukkan bahwa memori trauma atau pengalaman hidup bisa diwariskan melalui DNA.


Ritme sirkadian dan medan elektromagnetik bumi terbukti mempengaruhi perkembangan janin, terutama di trimester akhir kehamilan.


Maka, sangat mungkin bahwa momen kelahiran dalam kombinasi pasaran-hari membawa resonansi tertentu yang mempengaruhi kepribadian, kesehatan, dan kecenderungan hidup seseorang.



Dengan demikian, weton bukan ramalan, melainkan peta kecenderungan—sebuah bioenergetic profile dalam istilah modern.



---


🔁 5. Kenapa Orang Jawa Memilih Hari Tertentu?


Orang Jawa percaya bahwa setiap tindakan besar (pernikahan, tanam padi, pindah rumah, sunatan, dll.) membuka jalur karma baru. Oleh sebab itu, mereka memilih hari berdasarkan:


Watak pribadi dan pasangannya


Keseimbangan antara unsur hari dan pasaran


Riwayat leluhur (weton ayah, ibu, anak)


Petunjuk alam (mimpi, firasat, ilham guru/kyai)



Mereka meyakini bahwa jika getaran hari itu selaras, maka:


perjalanan karma akan ringan,


usaha tidak akan terbentur,


serta doa dan sesaji akan lebih mudah diterima.



Pemilihan ini bukan takhayul, tetapi bentuk penyelarasan antara waktu batin dan waktu kosmik—sebuah laku kesadaran yang diwariskan turun-temurun.



---


🔍 6. Siapa yang Merancang Semua Ini?


Sistem ini bukan buatan individu, tetapi lahir dari kesadaran kolektif para leluhur spiritual Nusantara, antara abad ke-8 hingga ke-15. Tokoh-tokoh seperti:


Empu Bharadah, Empu Tantular, hingga para wali dan resi pertapa gunung,


yang tidak hanya ahli membaca bintang, tapi juga menyelam ke dalam getaran jiwa manusia.



Mereka tidak menulis semua ini sebagai dogma, tapi sebagai peta kesadaran—yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang hening, bukan yang tergesa.



---


🌿 7. Penutup: Pasaran Sebagai Cermin Karma dan Jalan Pulang


Pasaran adalah cermin kecil dari hukum besar semesta. Ia membantu manusia mengenal dirinya, memahami karma yang dibawanya, dan menjadi lebih sadar dalam setiap pilihan hidup.


Jika kalender Barat menghitung waktu sebagai “sekarang pukul berapa”, maka kalender Jawa bertanya: siapa aku dalam waktu ini?”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Ajaran Jawa Tidak Memiliki Kitab Suci

Mengapa Ajaran Jawa Tidak Memiliki Kitab Suci? Mengapa Ajaran Jawa Tidak Memiliki Kitab Suci? Sebuah Esai te...