Rabu, 14 Mei 2025

EGO DALAM AJARAN ONG



EGO DALAM AJARAN ONG

Memahami Bayangan Diri dalam Cermin Kesadaran


1. Pendahuluan: Apa itu Ego?

Ego sering dipahami sebagai “aku”, pusat dari semua pengakuan: “aku berpikir, aku merasa, aku memilih.” Dalam psikologi, ego adalah bagian dari kepribadian yang berfungsi untuk menengahi antara dorongan bawah sadar (id), nilai moral (superego), dan realitas dunia luar.

Namun dalam Ajaran ONG, ego bukan sekadar struktur mental. Ia adalah bayangan dari kesadaran yang tertutup, distorsi dari cahaya sejati yang dikenal sebagai LINGSAR — inti kesadaran murni yang tidak terikat identitas.


2. Ego Menurut Ajaran ONG: Bayangan dari LINGSAR

Ajaran ONG memandang kehidupan sebagai getaran kesadaran murni yang menjelma dalam tubuh, pikiran, dan dunia. Kesadaran ini disebut:

  • LINGSAR: Sumber sejati, kesadaran murni yang menyaksikan segalanya.
  • SANDRANA: Getaran hidup yang mengalir dari Lingsar ke seluruh tubuh dan kehidupan.
  • NAYATRA: Refleksi pemahaman yang muncul dalam pikiran dan bentuk dunia luar.

Ego muncul ketika NAYATRA — refleksi pikiran — mengira dirinya adalah pusat, lalu memisahkan diri dari LINGSAR. Di sinilah ego tumbuh: sebagai keakuan yang palsu, pusat ilusi yang merasa dirinya adalah pelaku utama.


3. Dampak Psikologis Ego

A. Dampak Positif Ego (Ego Sehat)

Jika dalam keadaan seimbang dan disadari, ego memiliki peran penting:

  • Membentuk Identitas Fungsional: Membantu seseorang mengenal perannya di dunia.
  • Menjadi Pengatur Diri: Mengatur keputusan, etika, dan relasi sosial secara bijak.
  • Membangun Kepercayaan Diri: Memberi batas antara diri dan dunia luar agar tidak larut.

Ego sehat adalah ego yang tunduk pada kesadaran, bukan ego yang menguasai kesadaran.

B. Dampak Negatif Ego (Ego Luka atau Dominan)

Namun saat ego tidak disadari atau terlalu besar, muncullah berbagai masalah:

  • Sombong dan Ingin Diakui: Merasa paling benar dan menuntut perhatian.
  • Cepat Tersinggung dan Menolak Kritik: Takut jatuh citranya.
  • Selalu Membandingkan Diri: Hidup dalam perbandingan dan kecemasan.
  • Kehilangan Akar Kesadaran: Tidak lagi menyatu dengan Lingsar, hanya sibuk mempertahankan citra.

4. Penyelarasan Ego dalam Ajaran ONG

Ajaran ONG tidak memusuhi ego. Justru, ia mengajak untuk mengenali dan menyelaraskan ego sebagai alat, bukan tuan. Berikut beberapa laku atau ritual penyelarasan:

A. Suwung Lelakon – Laku Keheningan Total

“Ego berisik. Kesadaran hening.”
Berdiam dalam suwung, menyadari lintasan pikiran tanpa menilai, mengupas lapisan ego sampai hanya kesaksian yang tersisa.

B. Nata Nafas – Menata Getaran Diri

Melalui napas yang perlahan dan sadar, kita mengembalikan ritme SANDRANA ke keharmonisan. Saat napas disadari, ego tidak bisa bersembunyi.

C. Lelakon Tanpa Label – Hidup tanpa Aku

Berbuat tanpa mengaku, berjalan tanpa menginginkan pengakuan. Tidak perlu menjadi siapa-siapa untuk berarti. Sebab arti hadir bukan dari pengakuan, tapi dari getaran kehadiran itu sendiri.

D. Manunggaling Sandrana lan Lingsar

Ritual menyatu dengan alam (air, angin, api, tanah, dan langit). Saat tubuh disentuh oleh semesta, ego melemah karena merasa bukan pusat semesta, melainkan bagian dari iramanya.


5. Kesimpulan: Membebaskan Diri dari Bayangan

Ego dalam Ajaran ONG bukan musuh, tapi bayangan yang perlu disadari. Ia akan terus ada, tapi tidak lagi menipu. Saat kesadaran (LINGSAR) hadir, ego tunduk. Saat keheningan (Suwung) meresapi, ego melebur.

Maka jangan lawan ego, tapi saksikanlah.
Ego itu bayangan — dan bayangan tidak bisa melawan terang.


Penutup Puisi

Ego berkata: “Aku adalah segalanya.”
Suwung menjawab: “Kau hanyalah bayangan dari cahaya yang kau lupakan.”

Ketika aku berhenti menjadi,
Aku mulai menyadari.

Bahwa aku bukan yang berkata,
Tapi yang menyaksikan semua kata.

~ Tanpa Aran


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Ajaran Jawa Tidak Memiliki Kitab Suci

Mengapa Ajaran Jawa Tidak Memiliki Kitab Suci? Mengapa Ajaran Jawa Tidak Memiliki Kitab Suci? Sebuah Esai te...